ABDULLAH, BERTAHUN-TAHUN SEBATANG KARA  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata




Tiap kali berjalan, tangannya meraba-raba pagar dan tembok rumah warga yang berbaris di tepi gang sempit guna menuntun langkah kakinya yang tertatih-tatih. Tentu, penglihatan sudah tidak lagi menjadi nikmat yang bisa dirasakannya.

Oleh HILDA RIZQY

Laki-laki yang biasa dipanggil engkong oleh orang-orang sekitarnya, sebenarnya justru tidak memliki seorang cucu pun selama hidupnya. Semenjak kepergian istrinya, Romanih 46 tahun lalu dari pernikahan yang tidak menghasilkan keturunan itu, engkong hidup sebatang kara. Akibat katarak dan penyakit gula atau dalam bahasa ilmiah disebut diabetes melitus, Kedua matanya tak lagi bisa digunakan untuk melihat terangnya sinar mentari yang beberapa tahun terakhir panasnya begitu menyengat akibat pemanasan global.

Setiap pagi pria kelahiran Jakarta 71 tahun silam itu melangkahkan kakinya menelusuri gang-gang sempit di jalan RM. Kahfi 1, Ciganjur, Jakarta Selatan, dengan memegang kayu sepanjang satu meter yang dijadikan tongkat untuk membantunya berjalan sehari-hari. Bagi engkong, berjalan kaki di pagi hari adalah olah raga yang harus dilakukan untuk menjaga dirinya agar terhindar dari penyakit yang mungkin bisa mengurangi kemandiriannya dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Hari demi hari dilalui pria tak berketurunan itu dengan penuh ketabahan, dahulu ia memiliki sebidang tanah hasil warisan orang tuanya, namun sedikit demi sedikit dijual oleh kemenakannya yang tidak bertanggung jawab dengan atau tanpa sepengetahuannya. Namun tak pernah sekalipun ia menuntut haknya. Miris memang jika semakin dalam kita memasuki kehidupan pria sebatang kara itu.

Berkali-kali pria yang berusia 71 tahun itu pindah dari rumah kontrakan yang satu ke kontrakan lainnya tanpa seorangpun yang menemani dan mengurusnya. Bukan berarti lansia itu sama sekali tak memiliki sanak saudara, banyak saudara dan kemenakan yang juga tinggal cukup dekat dari rumahnya, namun tak ada rasa peduli sedikitpun dari mereka terhadapnya, tak ada satupun yang berbesar hati untuk mau menampungnya. Suatu hari, rumah kontrakan yang ditempatinya dibeli oleh seorang tetangga yang dengan segera akan ditempati keluarganya. Dalam jangka waktu yang tidak banyak, engkong harus meninggalkan rumah kontrakannya itu dengan terpaksa. Dalam kondisi yang tidak bisa melihat, Engkong tak tahu harus kemana lagi ia mencari tempat bernaung untuk dirinya.

Rukun Tetangga tempatnya tinggalpun berinisiatif untuk bergotong royong mendirikan sebuah bangunan kecil dan sangat sederhana yakni hanya berisi sebuah ruangan kecil yang dijadikan kamar dan sebuah kamar mandi diatas tanah berukuran tiga kali tiga (3x3) meter tepat di samping mushola. Namun rumahnya itu tidak bisa ditempatinya secara cuma-Cuma, karena engkong harus membayar sebesar Rp. 75.000,- tiap bulannya sebagai biaya sewa tanah dimana rumah sempitnya didirikan.

Tepat pukul 14.00 WIB, adik ipar Abdullah yang akrab disapa dengan sebutan Ibu Jamal, mengantarkan sepiring nasi beserta lauk-pauk yang kemudian separuhnya disantap engkong pada siang hari dan sisanya dimakan pada malam hari. Porsi makannya memang tidak banyak, karena engkong masih berusaha untuk menjaga kesehatannya dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan itu.

Setiap pagi dan sore hari, engkong berdiri di depan pintu rumahnya dengan memegang sebuah mug besar berwarna hijau sambil memukul-mukulkannya di tembok rumahnya, dengan harapan seseorang mendengar dan kemudian mengisi mug kosong tersebut dengan air teh hangat tanpa gula.

Senjapun tiba, lansia yang dahulu pernah bekerja di Stadion Utama Senayan itu bersiap mengenakan koko dan sepotong kain sarung usang kemudian berjalan ke mushola dengan tangan merambat dari tembok rumahnya yang menempel dengan gerbang rumah ibadah itu. Terkadang engkong yang sudah tidak muda itu masih bisa mengumandangkan adzan dengan suaranya yang terdengar lantang di microphone mushola. Engkong bukan pria sebatang kara yang suka menyia-nyiakan sisa umurnya tanpa hal berarti, namun engkong habiskan waktu senjanya dengan selalu beribadah dan berdoa.