INDEPENDENSI JURNALIS  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata

INDEPENDENSI JURNALIS

Selasa 12 Januari 2010 lalu, Bayu Sutiyono, seorang praktisi bidang jurnalistik yang namanya besar dari sebuah media swasta Liputan6, mengisi acara seminar di UPN-Veteran sebagai pembicara yang membawakan materi berisi tentang independensi jurnalis. Terlalu sulitnya menjadi seorang jurnalis yang independen, sehingga membuat materi dan pembahasan ini menjadi terasa sangat penting. Sama halnya dengan keimanan seseorang, idealisme seorang jurnalis yang sepatutnya mengikuti kode etik dan hati nurani ini pun kadang naik turun, bahkan dengan bertambahnya pengalaman dan wawasan di bidang jurnalistik, rasanya kata idealisme tidak lagi merupakan sesuatu yang agung.
Dalam pembahasannya, Bayu Sutiyono mengaitkan independensi dengan sembilan elemen jurnalisme yang kemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang akan kami jelaskan, yaitu:
9 Elemen Jurnalisme
(Bill Kovach & Tom Rosenstiel)
• Kewajiban jurnalisme pada kebenaran.
Artinya seorang jurnalis harus memihak pada kebenaran, bukan pada sesuatu yang salah. Banyak terjadi kasus yang kontroversi atau bahkan kontradiktif yang dihadapi seorang wartawan untuk diliput, kebenaran memang relatif untuk dimaknai, karena kehidupan sosial bukanlah sebuah ilmu pasti seperti matematika dimana satu ditambah satu sama dengan dua ( 1+1=2 ), di dalam kehidupan bermasyarakat, sesuatu bisa dinilai benar bagi sebagian kelompok dan bisa juga dinilai salah bagi kelompok lain. Maka disini seorang jurnalis harus cerdas dalam mengatur posisi dimana kebenaran itu berada.
• Jurnalisme loyal pada warga.
• Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Mencari sebuah informasi bukanlah hal yang mudah, karena informasi yang didapat tidak harus kita telan mentah-mentah. Inilah yang dimaksud dengan skeptis, jangan langsung percaya pada siapapun dan pada hal apapun. Untuk dapat mempertanggungjawabkan akurat atau tidaknya suatu informasi, diperlukan verifikasi, maka seorang jurnalis harus disiplin verifikasi dan tidak bisa menulis informasi sembarangan tanpa adanya verifikasi dan jika data belum bisa dibilang valid.
• Jurnalis harus independen.
Ini adalah salah satu tujuan mengapa Bayu sutiyono mengaitkan independensi jurnalis dengan apa yang dikemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, karena di dalam sembilan elemen jurnalisme ini terdapat satu poin dimana seorang jurnalis harus independen. Independen sendiri berasal dari kata independent -- independence yang artinya adalah kebebasan atau kemerdekaan, maksudnya jurnalis harus merdeka dan tidak terbelenggu. Ini yang paling sulit, karena jurnalis pasti terikat dengan media yang menaunginya, adapun jurnalis yang memang tidak bersandar pada media (free), namun ia akan tetap membutuhkan media untuk memuat tulisannya.
Kesulitan terbesar bagi jurnalis untuk menjadi independen adalah tekanan dan batasan untuk berekspresi dari pemilik modal di sebuah media. Contohnya di media televisi swasta TVONE, pemiliknya adalah Abu Rizal Bakrie (Bakrie Brothers), sebagai seorang pengusaha dan politisi, Abu Rizal atau Ical memiliki banyak kepentingan dengan mendirikan media. Begitu banyak kontroversi tentang Ical tersebar akibat tragedi lumpur LAPINDO, kemudian dengan segala triknya, Ical bersembunyi dibalik medianya yaitu TVONE dan ANTV dengan pemberitaan yang baik-baik tentangnya, seperti pemutarbalikan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dalam tragedi LAPINDO.
Bagi para reporter yang bekerja di bawah naungan dua media tersebut diatas, pasti akan mengikuti bagaimana harusnya mereka menulis berita, dengan tujuan yang tak lain adalah menjaga nama baik dan kepentingan pemilik modal, serta menjaga profesi dan pekerjaan yang telah mereka dapatkan.
Kesulitan lainnya untuk menjadi jurnalis independen adalah uang dan sikap baik serta kedekatan narasumber dengan jurnalis. Disini ada keharusan bagi jurnalis untuk sedikit lebih menjaga jarak dengan narasumber, tujuannya adalah agar jurnalis bisa lebih leluasa untuk menulis apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus merasa khawatir akibat kedekatannya dengan narasumber.
Sebuah contoh yang diberikan Bayu Sutiyono tentang bagaimana menjaga jarak dengan narasumber adalah ketika ia harus mewawancarai Sri Mulyani yang telah menjabat sebagai menteri keuangan sebanyak dua kali. Ketika itu ia diajak untuk makan siang bersama Ibu Ani, begitu menteri keuangan biasa disapa. Bayu pun menerima ajakan tersebut, walaupun ketika itu bayu cukup dekat dengan ibu Ani, namun bayu mensiasati untuk tetap menjaga jarak dengan menteri keuangan dengan inisiasi untuk membayar lebih dulu makanan yang mereka makan, maksudnya adalah agar Sri Mulyani tak punya kesempatan untuk mentraktir Bayu, tujuannya hanya satu, agar Bayu dapat memperoleh informasi dan menuliskan informasi yang didapat dengan independen.


• Jurnalis harus memantau kekuasaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa politik berarti kekuasaan, dan yang berpolitik atau berkuasa adalah pemerintah. Sedangkan yang dikuasai adalah negara yang dipimpin dan rakyat yang diperintah oleh para pemerintah. Maka yang miliki peluang dan kesempatan lebih banyak untuk korupsi adalah pemerintah. Sebagai mediator atau penyampai informasi dari pemerintah kepada rakyat atau sebaliknya, jurnalis memiliki kewenangan untuk memantau jalannya roda kekuasaan agar transparan, apapun yang terjadi di dalam pemerintahan, baik maupun buruk.
• Jurnalisme harus sediakan forum kritik dan komentar public.
Sebagai kegiatan dan gerakan yang selalu menjadi wadah komunikasi antara pemerintah dengan publik, jurnalisme harus menyediakan forum kritik dan komentar bagi publik terhadap kebijakan-kebijakan dan undang –undang yang diterapkan di negara ini. Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan hakikat dari fungsi jurnalisme itu sendiri.
• Jurnalisme harus berupaya membuat yang penting, menarik dan relevan.
Syarat sebuah berita yang pertama adalah ‘penting’ (isu yang penting). Karena penting atau tidaknya sebuah berita akan berpengaruh pada minat atau tidaknya khalayak untuk membaca dan menerima sebuah berita.
Begitu pula dengan syarat yang kedua, yaitu ‘menarik’. Seberapa menarikkah berita yang dapat kita buat? Mengapa kita harus membuat berita secara menarik? Karena setiap orang pasti memiliki rasa ingin tahu pada hal-hal yang menarik. Sepenting apapun sebuah berita tidak akan dibaca oleh khalayak apabila tidak dikemas secara menarik.
Adapun syarat yang ketiga atau terakhir, berita harus relevan, seorang pembaca pasti mencari titik relevansi (keterhubungan) dari sebuah berita. Contoh apabila dalam satu kasus ‘bail out’ Century, disini kita harus mencari orang yang prominent dalam hal tersebut untuk memberi penjelasan. Misalnya minta penjelasan menteri keuangan, gubernur BI, nasabah Bank Century, dan lain-lain. Maka akan menjadi tidak relevan apabila dalam kasus di atas kemudian kita minta keterangan dari artis, atau pedagang kaki lima.
• Jurnalis harus menjaga berita tetap komprehensif dan proporsional
• Jurnalis harus ikuti suara nurani mereka.
Suara nurani memang tidak akan pernah melenceng dari jalurnya, ketika seseorang dilema di antara dua pilihan baik dan buruk, dan ketika nafsu mendorongnya untuk memilih hal yang buruk, maka setidaknya ada suara kecil dari dalam nurani yang pasti menolak untuk mengambil pilihan buruk tersebut.
Begitu pula dalam kehidupan seorang jurnalis, meskipun kami belum sama sekali berpengalaman menjadi jurnalis, namun kami bisa merasakannya saat ini. Terlalu banyak cobaan yang akan dihadapai oleh jurnalis dalam menjalankan profesinya sebagai pengumpul sekaligus penyebar informasi. Godaan yang mungkin sering dijumpai adalah permintaan narasumber akan konfidensialitas, yaitu untuk tidak memuat informasi atau nama pemberi informasi dalam pemberitaan. Jika konfidensialitas diminta tanpa ‘embel-embel’ mungkin tidak akan merasuki nurani, namun jika konfidensialitas diminta dengan amplop dikolong meja atau bahkan dengan ancaman, pasti akan terjadi tekanan dan membuat indepndensi menjadi goyah.
Tidak hanya itu, kekerasan dan segala jenis ancaman baik dari narasumber yang tidak menyukainya, bahkan dari rekan sejawat yang mungkin merasa tersaingi oleh hasil kerjanya. Dengan demikian jika berada disuatu pilihan tersulit seperti pada contoh di atas, maka akan menjadi kewajiban bagi jurnalis untuk mengikuti suara nuraninya.
Independensi Redaksi TV
• Di era industrialisasi (TV), kepentingan pemilik modal
• Implikasi modal besar di industri TV: rating, follower, say NO untuk mahal
Sebagaimana yang telah diurai dalam pembahasan sembilan elemen jurnalisme diatas, redaksi terjepit oleh kepentingan pemilik modal. Sepertinya ada konglomerasi media di industri media televisi, redaksi umumnya hanya dijadikan bumbu atau hanya diberikan waktu dan ruang siar yang lebih sedikit dibandingkan program-program lainnya seperti sinetron dan lain-lain. Mengapa demikian?
Di Indonesia hanya ada dua media TV yang memberikan ruang dan waktu lebih banyak bagi redaksi, yaitu METRO TV dan TVONE, selebihnya media TV dijadikan lahan bagi rumah produksi (Production House) untuk menayangkan hasil produksinya berupa sinetron, FTV, Reality Show, dan lain-lain. Baik – buruknya acara yang ditayangkan tidak lagi memikirkan kepentingan publik, yang dipentingkan hanyalah sisi materi.
Selain istilah kejar setoran, dalam industri TV dikenal juga istilah kejar rating, sebuah acara TV jika banyak yang menyaksikan, maka rating akan naik. Karena sebagian besar warga negara Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan yang berdampak pada minimnya pendidikan. Hal ini mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia lebih gemar menonton acara hiburan dibanding berita (news). Namun tahun-tahun terakhir ini ada sedikit kemajuan dalam hal keingintahuan warga untuk memperoleh informasi, jadi kini cukup banyak penggemar berita.
Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik pemasukan iklan sebanyak-banyaknya. Semuanya terjadi akibat implikasi dari besarnya modal yang dibutuhkan untuk dapat mengoperasikan sebuah media dan semua kembali untuk kepentingan pemilik modal.
• Prinsip jurnalisme: akurat, obyektif, fair, seimbang, tidak memihak
• Media cetak: -jumlah dan jenis banyak, -tidak padat modal, -tradisi kuat independensi
Pada prinsipnya jurnalisme haruslah akurat, obyektif, fair, seimbang dan tidak memihak. Ketidakakuratan sebuah berita bisa menjadi bumerang bagi jurnalis, karena jika berita yang tidak akurat tersebut menyangkut tentang seseorang ataupun institusi, maka bisa jadi orang atau institusi itu akan menuntut si penulis ataupun lembaga yang menaunginya.
Berita juga harus obyektif, artinya semua informasi harus digambarkan apa adanya dan tidak boleh memasukkan opini si penulis, kalaupun mau memasukkan opini, maka opini harus dari orang lain atu narasumber lain.
Berita juga harus fair, seimbang dan tidak memihak, ketiga kata tersebut memiliki makna yang cukup mirip, artinya berita tidak boleh menyudutkan satu hal dan membela hal yang lain. Meskipun jurnalisme harus memihak pada kebenaran, namun harus tetap berimbang, fair dan tidak memihak kepada salah satu kubu, hal ini bertujuan agar independensi tetap terjaga.

This entry was posted on Selasa, 23 Maret 2010 at 12.05 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar