ABDULLAH, BERTAHUN-TAHUN SEBATANG KARA  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata




Tiap kali berjalan, tangannya meraba-raba pagar dan tembok rumah warga yang berbaris di tepi gang sempit guna menuntun langkah kakinya yang tertatih-tatih. Tentu, penglihatan sudah tidak lagi menjadi nikmat yang bisa dirasakannya.

Oleh HILDA RIZQY

Laki-laki yang biasa dipanggil engkong oleh orang-orang sekitarnya, sebenarnya justru tidak memliki seorang cucu pun selama hidupnya. Semenjak kepergian istrinya, Romanih 46 tahun lalu dari pernikahan yang tidak menghasilkan keturunan itu, engkong hidup sebatang kara. Akibat katarak dan penyakit gula atau dalam bahasa ilmiah disebut diabetes melitus, Kedua matanya tak lagi bisa digunakan untuk melihat terangnya sinar mentari yang beberapa tahun terakhir panasnya begitu menyengat akibat pemanasan global.

Setiap pagi pria kelahiran Jakarta 71 tahun silam itu melangkahkan kakinya menelusuri gang-gang sempit di jalan RM. Kahfi 1, Ciganjur, Jakarta Selatan, dengan memegang kayu sepanjang satu meter yang dijadikan tongkat untuk membantunya berjalan sehari-hari. Bagi engkong, berjalan kaki di pagi hari adalah olah raga yang harus dilakukan untuk menjaga dirinya agar terhindar dari penyakit yang mungkin bisa mengurangi kemandiriannya dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Hari demi hari dilalui pria tak berketurunan itu dengan penuh ketabahan, dahulu ia memiliki sebidang tanah hasil warisan orang tuanya, namun sedikit demi sedikit dijual oleh kemenakannya yang tidak bertanggung jawab dengan atau tanpa sepengetahuannya. Namun tak pernah sekalipun ia menuntut haknya. Miris memang jika semakin dalam kita memasuki kehidupan pria sebatang kara itu.

Berkali-kali pria yang berusia 71 tahun itu pindah dari rumah kontrakan yang satu ke kontrakan lainnya tanpa seorangpun yang menemani dan mengurusnya. Bukan berarti lansia itu sama sekali tak memiliki sanak saudara, banyak saudara dan kemenakan yang juga tinggal cukup dekat dari rumahnya, namun tak ada rasa peduli sedikitpun dari mereka terhadapnya, tak ada satupun yang berbesar hati untuk mau menampungnya. Suatu hari, rumah kontrakan yang ditempatinya dibeli oleh seorang tetangga yang dengan segera akan ditempati keluarganya. Dalam jangka waktu yang tidak banyak, engkong harus meninggalkan rumah kontrakannya itu dengan terpaksa. Dalam kondisi yang tidak bisa melihat, Engkong tak tahu harus kemana lagi ia mencari tempat bernaung untuk dirinya.

Rukun Tetangga tempatnya tinggalpun berinisiatif untuk bergotong royong mendirikan sebuah bangunan kecil dan sangat sederhana yakni hanya berisi sebuah ruangan kecil yang dijadikan kamar dan sebuah kamar mandi diatas tanah berukuran tiga kali tiga (3x3) meter tepat di samping mushola. Namun rumahnya itu tidak bisa ditempatinya secara cuma-Cuma, karena engkong harus membayar sebesar Rp. 75.000,- tiap bulannya sebagai biaya sewa tanah dimana rumah sempitnya didirikan.

Tepat pukul 14.00 WIB, adik ipar Abdullah yang akrab disapa dengan sebutan Ibu Jamal, mengantarkan sepiring nasi beserta lauk-pauk yang kemudian separuhnya disantap engkong pada siang hari dan sisanya dimakan pada malam hari. Porsi makannya memang tidak banyak, karena engkong masih berusaha untuk menjaga kesehatannya dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan itu.

Setiap pagi dan sore hari, engkong berdiri di depan pintu rumahnya dengan memegang sebuah mug besar berwarna hijau sambil memukul-mukulkannya di tembok rumahnya, dengan harapan seseorang mendengar dan kemudian mengisi mug kosong tersebut dengan air teh hangat tanpa gula.

Senjapun tiba, lansia yang dahulu pernah bekerja di Stadion Utama Senayan itu bersiap mengenakan koko dan sepotong kain sarung usang kemudian berjalan ke mushola dengan tangan merambat dari tembok rumahnya yang menempel dengan gerbang rumah ibadah itu. Terkadang engkong yang sudah tidak muda itu masih bisa mengumandangkan adzan dengan suaranya yang terdengar lantang di microphone mushola. Engkong bukan pria sebatang kara yang suka menyia-nyiakan sisa umurnya tanpa hal berarti, namun engkong habiskan waktu senjanya dengan selalu beribadah dan berdoa.

APA YANG DILAKUKAN SEORANG INSOMNIA DI MALAM HARI???  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata

Oleh; Hilda Rizqy

Insomnia merupakan gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun.

Berbeda dengan begadang yang memang memiliki maksud melewati malam untuk mengerjakan sesuatu, penderita insomnia tidak dengan sengaja bertahan membuka matanya hingga larut malam atau bahkan hingga pagi hari, melainkan karena kerja otak yang sulit di-rem, hingga menyebabkan sulitnya memejamkan mata.

Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Salah satu terapi psikologis yang efektif menangani insomnia adalah terapi kognitif. Dalam terapi tersebut, seorang pasien diajari untuk memperbaiki kebiasaan tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-produktif mengenai tidur.

Banyak penderita insomnia tergantung pada obat tidur dan zat penenang lainnya untuk bisa beristirahat. Semua obat sedatif memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan bahwa mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut, dan ini bukan hal yang bisa dibiarkan terus menerus.

YANG DILAKUKAN DI MALAM HARI
Ketika malam mulai menyelimuti bumi, dan di saat dunia terlelap dalam indahnya buaian mimpi, seorang penderita insomnia justru sedang bingung memikirkan apa yang seharusnya dilakukan untuk bisa memejamkan mata dan agar bisa tertidur lelap, atau justru memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk mengisi malam sepinya.

Hal-hal yang biasa dilakukan adalah:

Bengong. Dalam suasana yang ramaipun di siang hari, banyak sekali orang bengong yang entah apa yang sedang dipikirkan. Apalagi di dalam suasana sunyi yang sangat mungkin suara jarum jatuh bisa terdengar.

Mengkhayal. Sebenarnya mengkhayal bisa include dalam bengong. Tapi kadang terdapat perbedaan antara keduanya. Pada saat bengong, ada orang yang memikirkan sesuatu, termasuk mengkhayal. Namun mengkhayal bisa juga dilakukan tidak pada saat seseorang bengong. Misalnya sambil berucap, “seandainya aku jadi orang kaya, aku pasti ……”

Menonton TV. Salah satu yang dilakukan seorang penderita insomnia di malam hari adalah menonton televise. Tujuannya agar bisa segera mangantuk dan kemudian tertidur. Namun sebenarnya menonton TV tidak pernah menjadi obat bagi insomnia, menonton Tv ternyata hanya membantu penderita insomnia agar tidak kesepian.

Mengerjakan tugas. Menurut saya pribadi, ada hubungan simbiosis mutualisme antara tugas dan insomnia. Yakni, tugas sering kali membuat seseorang begadang karena membutuhkan waktu banyak untuk mengerjakannya. Namun bagi penderita insomnia, tugas menjadi teman untuk melewati malam, dan dengan adanya tugas, panjangnya malam terasa lebih singkat.

Melakukan pekerjaan rumah tangga. Jarang sekali terjadi. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan lantai, menyetrika baju dan lain-lain jarang sekali dilakukan seorang penderita insomnia di malam hari. Karena jenis-jenis pekerjaan di atas membutuhkan tenaga yang tidak sedikit, sementara tenaga di malam hari merupakan sisa dari aktivitas yang telah dilakukan pada pagi hingga sore hari. Karena meskipun sulit tidur, bukan berarti penderita insomnia tidak merasa lelah ataupun mengantuk.

Mengganggu teman melalui telepon atau HP. Sering kali hal ini dijadikan alternative bagi seseorang yang mengalami gangguan tidur. Karena iseng dan kesepian biasanya penderita insomnia mengganggu teman dengan cara menelpon atau sms-an. Namun sebaiknya hal ini jangan dilakukan. Karena tidak semua teman memiliki kebiasaan yang sama dengan apa yang terjadi pada diri kita. Bisa jadi teman tersebut merasa terganggu karena ditelepon tengah malam dimana ia sedang tertidur lelap.

Menulis. Malam hari merupakan lapangan inspirasi bagi banyak orang. Kondisi malam yang sunyi, sepi dan sedikit sendu, membuat banyak sekali pemikiran yang dating menghampiri. Maka sering kali penderita insomnia merefleksikan diri dengan menulis. Tapi dengan catatan, kegiatan menukis ini tidak dilakukan oleh semua penderita insomnia. Hanya yang memang punya bakat dan hobi menulis saja yang biasanya menuangkan inspirasi dalam sunyinya kehidupan insomnia dengan menulis.

dua pujangga bergulat kata dalam maya  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata

Me & my Lovely Advisor

Me: 'bicara tentang keringnya hati tanpa setetes sentuhan cinta'
LA: dan aku bukanlah ahli ekologi yang dapat membuat sungai2 dan bunga2 di tepinya mengalir dan mekar lagi. Tapi catat olehmu, ini bukan takdir, tapi pilihan hidup.
Me: ‘mencoba mencurahkan isi hati tentang harapan terhadapnya, namun tetap menutup jati diri, yang dirasa hanyalah rindu dan penyesalan’
LA: seperti ketidaktahuanku atas namamu, aku lebih tidak tau masalahmu. Aku hanya mencoba menebak siapa dirimu, tapi tak kunjung terungkap. Apa tujuanmu membuatku gelisah? Tapi jika menyenangkanmu taka pa..
Me: ‘begitu panjang jarak antara kita, begitu besar karang yang menghalangi kita’
LA: andaikan aku bias menggeser karang itu, seperti keinginanku tulus mengenalmu
Jangan seperti siput menyembunyikan kata-katanya di balik rumah yang dibawanya kesana kemari..
Atau,,rupanya kamu hanya ingin unjuk kata-kata indah seperti Rendra, Taufik Ismail, dll?? Kuterima, dan selamat berkarya…
Me: ‘tetap berkata-kata , namun hanya itu yg aku mampu, bersenandung lewat indahnya kata, tanpa keberanian untuk menampakkan diri.’
LA: asik juga berbalas kata denganmu, tinggi hatiku karenamu, bayangkan!! Tuhan yang begitu sombongnya saja berkenan mengintroducing dirinya tuk berdialog dengan hambanya. Kamu tidak seperti tuhan, selain kesombonganmu menutup diri. Maafkan aku, sepertinya kita berbeda.
Me: ‘aku memang tidak seperti tuhan, ada alasan mengapa aku seperti ini, namun kesombonganku tidak layaknya kesombongan fir’aun yang bahkan mencoba menandingi tuhan.’
LA: kita sama-sama tau bahwa tidak ada yang seperti tuhan, tidak aku, kau, atau fir’aun. Ini hanya tentang kata-kata..
Kata-kata yang sudah kau kirimkan untukku sembari bersembunyi dibalik keindahannya, dan kini kata-katamu telah mendekati apa yang semestinya jauh..seperti antara aku, kamu, tuhan dan fir’aun.
Ini dampakmu bersiput-siput ria..
Me: ‘little forget bout the words I send him’
LA: aku tak takut dengan kenyataan, termasuk kenyataan apapun tentangmu. Aku telah benar-benar menyilaukanmu sampai kau tak berani menatapku dengan mata kepalamu secara langsung, padahal kita punya rasa yang sama.
------pergulatan berakhir karena malam terlalu larut-----


Garis-garis cahaya mentari mengiris kaca jendela kamarku..akupun terbangun dan mulai mengusiknya dengan kata-kata.

Me: ‘selamat pagi…. Apa kabar pujanggaku pagi ini?’
LA: aku senang kamu dating menggangguku lagi..seperti sengat mentari, menggerahkan sekaligus mencerahkan..apa kabar sobat???
Me: ‘aku masih sebagaimana aku sebelumnya..hanya ini yang dapat kulakukan, berirama lewat sahutan kata antara kita.
LA: kalau begitu, hadapilah dalam dunia kata, mudah dan indah, semudah membuatnya, semua tinggal mengatakannya..
Aku akan matikan hidupku untukmu agar kau lebih leluasa; mencerca, menangis, tertawa, sedih, meraih cita-cita, even cinta…dank au benar-benar tidak membutuhkan seirispun perasaan orang lain, “aku”… karena semua sudah kau abaikan, hanya dirimu dan kata-kata..

INDEPENDENSI JURNALIS  

Posted by Hanya Diriku & Kata-kata

INDEPENDENSI JURNALIS

Selasa 12 Januari 2010 lalu, Bayu Sutiyono, seorang praktisi bidang jurnalistik yang namanya besar dari sebuah media swasta Liputan6, mengisi acara seminar di UPN-Veteran sebagai pembicara yang membawakan materi berisi tentang independensi jurnalis. Terlalu sulitnya menjadi seorang jurnalis yang independen, sehingga membuat materi dan pembahasan ini menjadi terasa sangat penting. Sama halnya dengan keimanan seseorang, idealisme seorang jurnalis yang sepatutnya mengikuti kode etik dan hati nurani ini pun kadang naik turun, bahkan dengan bertambahnya pengalaman dan wawasan di bidang jurnalistik, rasanya kata idealisme tidak lagi merupakan sesuatu yang agung.
Dalam pembahasannya, Bayu Sutiyono mengaitkan independensi dengan sembilan elemen jurnalisme yang kemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang akan kami jelaskan, yaitu:
9 Elemen Jurnalisme
(Bill Kovach & Tom Rosenstiel)
• Kewajiban jurnalisme pada kebenaran.
Artinya seorang jurnalis harus memihak pada kebenaran, bukan pada sesuatu yang salah. Banyak terjadi kasus yang kontroversi atau bahkan kontradiktif yang dihadapi seorang wartawan untuk diliput, kebenaran memang relatif untuk dimaknai, karena kehidupan sosial bukanlah sebuah ilmu pasti seperti matematika dimana satu ditambah satu sama dengan dua ( 1+1=2 ), di dalam kehidupan bermasyarakat, sesuatu bisa dinilai benar bagi sebagian kelompok dan bisa juga dinilai salah bagi kelompok lain. Maka disini seorang jurnalis harus cerdas dalam mengatur posisi dimana kebenaran itu berada.
• Jurnalisme loyal pada warga.
• Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Mencari sebuah informasi bukanlah hal yang mudah, karena informasi yang didapat tidak harus kita telan mentah-mentah. Inilah yang dimaksud dengan skeptis, jangan langsung percaya pada siapapun dan pada hal apapun. Untuk dapat mempertanggungjawabkan akurat atau tidaknya suatu informasi, diperlukan verifikasi, maka seorang jurnalis harus disiplin verifikasi dan tidak bisa menulis informasi sembarangan tanpa adanya verifikasi dan jika data belum bisa dibilang valid.
• Jurnalis harus independen.
Ini adalah salah satu tujuan mengapa Bayu sutiyono mengaitkan independensi jurnalis dengan apa yang dikemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, karena di dalam sembilan elemen jurnalisme ini terdapat satu poin dimana seorang jurnalis harus independen. Independen sendiri berasal dari kata independent -- independence yang artinya adalah kebebasan atau kemerdekaan, maksudnya jurnalis harus merdeka dan tidak terbelenggu. Ini yang paling sulit, karena jurnalis pasti terikat dengan media yang menaunginya, adapun jurnalis yang memang tidak bersandar pada media (free), namun ia akan tetap membutuhkan media untuk memuat tulisannya.
Kesulitan terbesar bagi jurnalis untuk menjadi independen adalah tekanan dan batasan untuk berekspresi dari pemilik modal di sebuah media. Contohnya di media televisi swasta TVONE, pemiliknya adalah Abu Rizal Bakrie (Bakrie Brothers), sebagai seorang pengusaha dan politisi, Abu Rizal atau Ical memiliki banyak kepentingan dengan mendirikan media. Begitu banyak kontroversi tentang Ical tersebar akibat tragedi lumpur LAPINDO, kemudian dengan segala triknya, Ical bersembunyi dibalik medianya yaitu TVONE dan ANTV dengan pemberitaan yang baik-baik tentangnya, seperti pemutarbalikan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dalam tragedi LAPINDO.
Bagi para reporter yang bekerja di bawah naungan dua media tersebut diatas, pasti akan mengikuti bagaimana harusnya mereka menulis berita, dengan tujuan yang tak lain adalah menjaga nama baik dan kepentingan pemilik modal, serta menjaga profesi dan pekerjaan yang telah mereka dapatkan.
Kesulitan lainnya untuk menjadi jurnalis independen adalah uang dan sikap baik serta kedekatan narasumber dengan jurnalis. Disini ada keharusan bagi jurnalis untuk sedikit lebih menjaga jarak dengan narasumber, tujuannya adalah agar jurnalis bisa lebih leluasa untuk menulis apa yang sebenarnya terjadi tanpa harus merasa khawatir akibat kedekatannya dengan narasumber.
Sebuah contoh yang diberikan Bayu Sutiyono tentang bagaimana menjaga jarak dengan narasumber adalah ketika ia harus mewawancarai Sri Mulyani yang telah menjabat sebagai menteri keuangan sebanyak dua kali. Ketika itu ia diajak untuk makan siang bersama Ibu Ani, begitu menteri keuangan biasa disapa. Bayu pun menerima ajakan tersebut, walaupun ketika itu bayu cukup dekat dengan ibu Ani, namun bayu mensiasati untuk tetap menjaga jarak dengan menteri keuangan dengan inisiasi untuk membayar lebih dulu makanan yang mereka makan, maksudnya adalah agar Sri Mulyani tak punya kesempatan untuk mentraktir Bayu, tujuannya hanya satu, agar Bayu dapat memperoleh informasi dan menuliskan informasi yang didapat dengan independen.


• Jurnalis harus memantau kekuasaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa politik berarti kekuasaan, dan yang berpolitik atau berkuasa adalah pemerintah. Sedangkan yang dikuasai adalah negara yang dipimpin dan rakyat yang diperintah oleh para pemerintah. Maka yang miliki peluang dan kesempatan lebih banyak untuk korupsi adalah pemerintah. Sebagai mediator atau penyampai informasi dari pemerintah kepada rakyat atau sebaliknya, jurnalis memiliki kewenangan untuk memantau jalannya roda kekuasaan agar transparan, apapun yang terjadi di dalam pemerintahan, baik maupun buruk.
• Jurnalisme harus sediakan forum kritik dan komentar public.
Sebagai kegiatan dan gerakan yang selalu menjadi wadah komunikasi antara pemerintah dengan publik, jurnalisme harus menyediakan forum kritik dan komentar bagi publik terhadap kebijakan-kebijakan dan undang –undang yang diterapkan di negara ini. Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan hakikat dari fungsi jurnalisme itu sendiri.
• Jurnalisme harus berupaya membuat yang penting, menarik dan relevan.
Syarat sebuah berita yang pertama adalah ‘penting’ (isu yang penting). Karena penting atau tidaknya sebuah berita akan berpengaruh pada minat atau tidaknya khalayak untuk membaca dan menerima sebuah berita.
Begitu pula dengan syarat yang kedua, yaitu ‘menarik’. Seberapa menarikkah berita yang dapat kita buat? Mengapa kita harus membuat berita secara menarik? Karena setiap orang pasti memiliki rasa ingin tahu pada hal-hal yang menarik. Sepenting apapun sebuah berita tidak akan dibaca oleh khalayak apabila tidak dikemas secara menarik.
Adapun syarat yang ketiga atau terakhir, berita harus relevan, seorang pembaca pasti mencari titik relevansi (keterhubungan) dari sebuah berita. Contoh apabila dalam satu kasus ‘bail out’ Century, disini kita harus mencari orang yang prominent dalam hal tersebut untuk memberi penjelasan. Misalnya minta penjelasan menteri keuangan, gubernur BI, nasabah Bank Century, dan lain-lain. Maka akan menjadi tidak relevan apabila dalam kasus di atas kemudian kita minta keterangan dari artis, atau pedagang kaki lima.
• Jurnalis harus menjaga berita tetap komprehensif dan proporsional
• Jurnalis harus ikuti suara nurani mereka.
Suara nurani memang tidak akan pernah melenceng dari jalurnya, ketika seseorang dilema di antara dua pilihan baik dan buruk, dan ketika nafsu mendorongnya untuk memilih hal yang buruk, maka setidaknya ada suara kecil dari dalam nurani yang pasti menolak untuk mengambil pilihan buruk tersebut.
Begitu pula dalam kehidupan seorang jurnalis, meskipun kami belum sama sekali berpengalaman menjadi jurnalis, namun kami bisa merasakannya saat ini. Terlalu banyak cobaan yang akan dihadapai oleh jurnalis dalam menjalankan profesinya sebagai pengumpul sekaligus penyebar informasi. Godaan yang mungkin sering dijumpai adalah permintaan narasumber akan konfidensialitas, yaitu untuk tidak memuat informasi atau nama pemberi informasi dalam pemberitaan. Jika konfidensialitas diminta tanpa ‘embel-embel’ mungkin tidak akan merasuki nurani, namun jika konfidensialitas diminta dengan amplop dikolong meja atau bahkan dengan ancaman, pasti akan terjadi tekanan dan membuat indepndensi menjadi goyah.
Tidak hanya itu, kekerasan dan segala jenis ancaman baik dari narasumber yang tidak menyukainya, bahkan dari rekan sejawat yang mungkin merasa tersaingi oleh hasil kerjanya. Dengan demikian jika berada disuatu pilihan tersulit seperti pada contoh di atas, maka akan menjadi kewajiban bagi jurnalis untuk mengikuti suara nuraninya.
Independensi Redaksi TV
• Di era industrialisasi (TV), kepentingan pemilik modal
• Implikasi modal besar di industri TV: rating, follower, say NO untuk mahal
Sebagaimana yang telah diurai dalam pembahasan sembilan elemen jurnalisme diatas, redaksi terjepit oleh kepentingan pemilik modal. Sepertinya ada konglomerasi media di industri media televisi, redaksi umumnya hanya dijadikan bumbu atau hanya diberikan waktu dan ruang siar yang lebih sedikit dibandingkan program-program lainnya seperti sinetron dan lain-lain. Mengapa demikian?
Di Indonesia hanya ada dua media TV yang memberikan ruang dan waktu lebih banyak bagi redaksi, yaitu METRO TV dan TVONE, selebihnya media TV dijadikan lahan bagi rumah produksi (Production House) untuk menayangkan hasil produksinya berupa sinetron, FTV, Reality Show, dan lain-lain. Baik – buruknya acara yang ditayangkan tidak lagi memikirkan kepentingan publik, yang dipentingkan hanyalah sisi materi.
Selain istilah kejar setoran, dalam industri TV dikenal juga istilah kejar rating, sebuah acara TV jika banyak yang menyaksikan, maka rating akan naik. Karena sebagian besar warga negara Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan yang berdampak pada minimnya pendidikan. Hal ini mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia lebih gemar menonton acara hiburan dibanding berita (news). Namun tahun-tahun terakhir ini ada sedikit kemajuan dalam hal keingintahuan warga untuk memperoleh informasi, jadi kini cukup banyak penggemar berita.
Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik pemasukan iklan sebanyak-banyaknya. Semuanya terjadi akibat implikasi dari besarnya modal yang dibutuhkan untuk dapat mengoperasikan sebuah media dan semua kembali untuk kepentingan pemilik modal.
• Prinsip jurnalisme: akurat, obyektif, fair, seimbang, tidak memihak
• Media cetak: -jumlah dan jenis banyak, -tidak padat modal, -tradisi kuat independensi
Pada prinsipnya jurnalisme haruslah akurat, obyektif, fair, seimbang dan tidak memihak. Ketidakakuratan sebuah berita bisa menjadi bumerang bagi jurnalis, karena jika berita yang tidak akurat tersebut menyangkut tentang seseorang ataupun institusi, maka bisa jadi orang atau institusi itu akan menuntut si penulis ataupun lembaga yang menaunginya.
Berita juga harus obyektif, artinya semua informasi harus digambarkan apa adanya dan tidak boleh memasukkan opini si penulis, kalaupun mau memasukkan opini, maka opini harus dari orang lain atu narasumber lain.
Berita juga harus fair, seimbang dan tidak memihak, ketiga kata tersebut memiliki makna yang cukup mirip, artinya berita tidak boleh menyudutkan satu hal dan membela hal yang lain. Meskipun jurnalisme harus memihak pada kebenaran, namun harus tetap berimbang, fair dan tidak memihak kepada salah satu kubu, hal ini bertujuan agar independensi tetap terjaga.